Senin, 11 Juni 2012

"Ibu, I Miss You So Much"


Hukum kekekalan energi dan semua agama menjelaskan bahwa apapun yang 
kita lakukan pasti akan dibalas sempurna kepada kita.
Apabila kita melakukan energi positif atau kebaikan maka kita akan 
mendapat balasan berupa kebaikan pula. Begitu pula bila kita 
melakukan energi negatif atau keburukan maka kitapun akan mendapat 
balasan berupa keburukan pula. Kali ini izinkan saya menceritakan 
sebuah pengalaman pribadi yang terjadi pada 2003.

Pada September-Oktober 2003 isteri saya terbaring di salah satu rumah 
sakit di Jakarta. Sudah tiga pekan para dokter belum mampu mendeteksi 
penyakit yang diidapnya. Dia sedang hamil 8 bulan. Panasnya sangat 
tinggi. Bahkan sudah satu pekan isteri saya telah terbujur di ruang
ICU. Sekujur tubuhnya ditempeli kabel-kabel yang tersambung ke sebuah 
layar monitor.

Suatu pagi saya dipanggil oleh dokter yang merawat isteri saya. 
Dokter berkata, "Pak Jamil, kami mohon izin untuk mengganti obat ibu".
Sayapun menjawab "Mengapa dokter meminta izin saya?Bukankan setiap 
pagi saya membeli berbagai macam obat di apotek dokter tidak meminta
izin saya" Dokter itu menjawab "Karena obat yang ini mahal Pak 
Jamil." "Memang harganya berapa dok?" Tanya saya. Dokter itu dengan 
mantap menjawab "Dua belas juta rupiah sekali suntik." "Haahh 12 juta 
rupiah dok, lantas sehari berapa kali suntik, dok? Dokter itu 
menjawab, "Sehari tiga kali suntik pak Jamil".

Setelah menarik napas panjang saya berkata, "Berarti satu hari tiga 
puluh enam juta, dok?" Saat itu butiran air bening mengalir di pipi. 
Dengan suara bergetar saya berkata, "Dokter tolong usahakan sekali 
lagi mencari penyakit isteriku, sementara saya akan berdoa kepada Yang
Maha Kuasa agar penyakit istri saya segera ditemukan." "Pak Jamil 
kami sudah berusaha semampu kami bahkan kami telah meminta bantuan 
berbagai laboratorium dan penyakit istri Bapak tidak bisa kami 
deteksi secara tepat, kami harus sangat hati-hati memberi obat karena 
istri Bapak juga sedang hamil 8 bulan, baiklah kami akan coba satu 
kali lagi tapi kalau tidak ditemukan kami harus mengganti obatnya, 
pak." jawab dokter.

Setelah percakapan itu usai, saya pergi menuju mushola kecil dekat 
ruang ICU. Saya melakukan sembahyang dan saya berdoa, "Ya Allah Ya 
Tuhanku... aku mengerti bahwa Engkau pasti akan menguji semua hamba-
Mu, akupun mengerti bahwa setiap kebaikan yang aku lakukan pasti
akan Engkau balas dan akupun mengerti bahwa setiap keburukan yang 
pernah aku lakukan juga akan Engkau balas. Ya Tuhanku... gerangan 
keburukan apa yang pernah aku lakukan sehingga Engkau uji aku dengan 
sakit isteriku yang berkepanjangan, tabunganku telah terkuras, tenaga
dan pikiranku begitu lelah. Berikan aku petunjuk Ya Tuhanku. Engkau 
Maha Tahu bahkan Engkau mengetahui setiap guratan urat di leher 
nyamuk. Dan Engkaupun mengetahui hal yang kecil dari itu. Aku pasrah 
kepada Mu Ya Tuhanku. Sembuhkanlah istriku. Bagimu amat mudah
menyembuhkan istriku, semudah Engkau mengatur milyaran planet di 
jagat raya ini."

Ketika saya sedang berdoa itu tiba-tiba terbersit dalam ingatan akan 
kejadian puluhan tahun yang lalu. Ketika itu, saya hidup dalam 
keluarga yang miskin papa. Sudah tiga bulan saya belum membayar biaya 
sekolah yang hanya Rp. 25 per bulan. Akhirnya saya memberanikan diri 
mencuri uang ibu saya yang hanya Rp. 125. Saya ambil uang itu, Rp 75 
saya gunakan untuk mebayar SPP, sisanya saya gunakan untuk jajan.

Ketika ibu saya tahu bahwa uangnya hilang ia menangis sambil terbata 
berkata, "Pokoknya yang ngambil uangku kualat... yang ngambil uangku 
kualat..." Uang itu sebenarnya akan digunakan membayar hutang oleh 
ibuku. Melihat hal itu saya hanya terdiam dan tak berani mengaku 
bahwa sayalah yang mengambil uang itu.

Usai berdoa saya merenung, "Jangan-jangan inilah hukum alam dan 
ketentuan Yang Maha Kuasa bahwa bila saya berbuat keburukan maka saya 
akan memperoleh keburukan. Dan keburukan yang saya terima adalah
penyakit isteri saya ini karena saya pernah menyakiti ibu saya dengan 
mengambil uang yang ia miliki itu." Setelah menarik nafas panjang 
saya tekan nomor telepon rumah dimana ibu saya ada di rumah menemani 
tiga buah hati saya. Setelah salam dan menanyakan kondisi anak-anak di
rumah, maka saya bertanya kepada ibu saya "Bu, apakah ibu ingat 
ketika ibu kehilangan uang sebayak seratus dua puluh lima rupiah 
beberapa puluh tahun yang lalu?"

"Sampai kapanpun ibu ingat Mil. Kualat yang ngambil duit itu Mil, 
duit itu sangat ibu perlukan untuk membayar hutang, kok ya tega-
teganya ada yang ngambil," jawab ibu saya dari balik telepon. 
Mendengar jawaban itu saya menutup mata perlahan, butiran air mata 
mengalir di pipi.

Sambil terbata saya berkata, "Ibu, maafkan saya... yang ngambil uang 
itu saya, bu... saya minta maaf sama ibu. Saya minta maaaaf... saat 
nanti ketemu saya akan sungkem sama ibu, saya jahat telah tega sama 
ibu." Suasana hening sejenak. Tidak berapa lama kemudian dari balik 
telepon saya dengar ibu saya berkata: "Ya Tuhan pernyataanku aku 
cabut, yang ngambil uangku tidak kualat, aku maafkan dia. Ternyata
yang ngambil adalah anak laki-lakiku. Jamil kamu nggak usah pikirin 
dan doakan saja isterimu agar cepat sembuh." Setelah memastikan bahwa 
ibu saya telah memaafkan saya, maka saya akhiri percakapan dengan 
memohon doa darinya.

Kurang lebih pukul 12.45 saya dipanggil dokter, setibanya di ruangan 
sambil mengulurkan tangan kepada saya sang dokter berkata "Selamat 
pak, penyakit isteri bapak sudah ditemukan, infeksi pankreas. Ibu
telah kami obati dan panasnya telah turun, setelah ini kami akan 
operasi untuk mengeluarkan bayi dari perut ibu." Bulu kuduk saya 
merinding mendengarnya, sambil menjabat erat tangan sang dokter saya 
berkata. "Terima kasih dokter, semoga Tuhan membalas semua kebaikan 
dokter."

Saya meninggalkan ruangan dokter itu.... dengan berbisik pada diri 
sendiri "Ibu, I miss you so much."

Sumber: "Ibu, I Miss You So Much" oleh Jamil Azzaini, Senior Trainer 
dan penulis buku Best Seller 'KUBIK LEADERSHIP; Solusi Esensial 
Meraih Sukses dan Kemuliaan Hidup'.

Tidak ada komentar:

Total Tayangan Halaman